LELAKI BASAH, PEREMPUAN GARAM
Sayup-sayup suara perempuan yang matanya telah kering mengusik telinga. Lelaki dengan kesedihan selekas kebahagiaan yang cuma hadir sekejap, menghentikan langkah. Ia mengamati ujung kakinya yang kotor. Ia teringat banyak hal yang membuatnya menempuh jarak ribuan kilometer. Lalu wajahnya setengah berpaling. Seperti ada yang menepuk pundaknya. Mengusap tengkuk hingga membuatnya menggigil. Suara itu mencair, keluar dari telinga. Dari sekian kehangatan yang pernah hadir, barangkali desah itulah yang memaksa matanya berkaca-kaca.
Tapi ia benar-benar tak tahu perasaannya, sedih ataukah bahagia. Yang jelas mengalir semakin deras ke seluruh tubuh. Ada yang perlahan membelai dada. Ada yang meluncur melintasi punggung. Ada yang telah sampai di perut. Sebagian di antaranya memilih mukim di pusar, melingkar-lingkar. Setelah puas dengan rambut, perlahan mulai mengetuk mata. Pecahlah kaca-kaca. Leleh larut. Memasuki mulut. Mencuci gigi, membasuh lidah lalu melewati kerongkongan sebelum memenuhi setiap organ bagian dalam. Terus mengalir, meluap, hingga semua terlewat. Terlampaui.
Lelaki itu kian kuyub, seolah seluruh cairan tubuhnya turut mengalir keluar melalui tiap lubang pori-pori. Bisa dibilang hari masih sore, masih jauh dari puncak malam. Pintu dan jendela masih terbuka, tapi tak ada lagi suara yang bisa dikeluarkan. Ia hanya bisa menanti dan menanti. Lelaki itu masih mendengar suara dari geletar lidah kelu, lidah yang kering itu. Lidah perempuan yang suaranya mencair di telinga.
"Aku ingin bercinta", kata perempuan itu, "Hingga aku tertidur nanti teruslah bicara".
Lepas tengah malam, dari kejauhan, keduanya hanya bisa memandang bayang-bayang mereka sedang berpelukan, berciuman. Tak peduli cahaya yang menimpa, lelaki itu bicara sendiri dalam diam. Tubuhnya geming memenuhi keinginan kekasihnya. Meneruskan persetubuhan. Hingga batas umur, sebelum lalu tersungkur.
2012 - 2017
Sayup-sayup suara perempuan yang matanya telah kering mengusik telinga. Lelaki dengan kesedihan selekas kebahagiaan yang cuma hadir sekejap, menghentikan langkah. Ia mengamati ujung kakinya yang kotor. Ia teringat banyak hal yang membuatnya menempuh jarak ribuan kilometer. Lalu wajahnya setengah berpaling. Seperti ada yang menepuk pundaknya. Mengusap tengkuk hingga membuatnya menggigil. Suara itu mencair, keluar dari telinga. Dari sekian kehangatan yang pernah hadir, barangkali desah itulah yang memaksa matanya berkaca-kaca.
Tapi ia benar-benar tak tahu perasaannya, sedih ataukah bahagia. Yang jelas mengalir semakin deras ke seluruh tubuh. Ada yang perlahan membelai dada. Ada yang meluncur melintasi punggung. Ada yang telah sampai di perut. Sebagian di antaranya memilih mukim di pusar, melingkar-lingkar. Setelah puas dengan rambut, perlahan mulai mengetuk mata. Pecahlah kaca-kaca. Leleh larut. Memasuki mulut. Mencuci gigi, membasuh lidah lalu melewati kerongkongan sebelum memenuhi setiap organ bagian dalam. Terus mengalir, meluap, hingga semua terlewat. Terlampaui.
Lelaki itu kian kuyub, seolah seluruh cairan tubuhnya turut mengalir keluar melalui tiap lubang pori-pori. Bisa dibilang hari masih sore, masih jauh dari puncak malam. Pintu dan jendela masih terbuka, tapi tak ada lagi suara yang bisa dikeluarkan. Ia hanya bisa menanti dan menanti. Lelaki itu masih mendengar suara dari geletar lidah kelu, lidah yang kering itu. Lidah perempuan yang suaranya mencair di telinga.
"Aku ingin bercinta", kata perempuan itu, "Hingga aku tertidur nanti teruslah bicara".
Lepas tengah malam, dari kejauhan, keduanya hanya bisa memandang bayang-bayang mereka sedang berpelukan, berciuman. Tak peduli cahaya yang menimpa, lelaki itu bicara sendiri dalam diam. Tubuhnya geming memenuhi keinginan kekasihnya. Meneruskan persetubuhan. Hingga batas umur, sebelum lalu tersungkur.
2012 - 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar